Saturday, July 10, 2010

Sedikit Kegilaan Kecil (2010.06.07)

"Komandan, bagaimana keadaan di markas besar?"

........ (hening)

"Komandan, bagaimana keadaan di markas besar?"

"Terlalu banyak yang harus diselesaikan di sini."

"Lapor Komandan, mata-mata musuh menyebarkan identitas anda."

........ (hening)

"Lapor Komandan, mereka menyebarkan isu tak baik mengenai kita. Takutnya masyarakat akan terpengaruh."

........ (hening)

"Lapor Komandan, kami sudah tujuh hari tidak mendapatkan perintah dari markas. Apakah ada sesuatu yang terjadi?"

........ (hening)

"Lapor Komandan, musuh kembali menyerang. Kami akan bertahan semampunya. Apakah ada perintah lain?"

........ (hening)

"Lapor Komandan, peralatan komunikasi 1 mengalami kerusakan. Apa yang harus kami lakukan?"

........ (hening)

"Lapor Komandan, peralatan komunikasi 1 mengalami kerusakan. Kami akan memperbaikinya sesuai prosedur standar. Apa ada petunjuk lain?"

........ (hening)

"Lapor Komandan, kerusakan sudah berhasil diperbaiki. Apa gerakan kita selanjutnya?"

........ (hening)

........ (hening)

"Apakah musuh sudah berhasil dikalahkan? Rencana nomor berapa yang sedang kalian jalankan?"

........ (hening)

"Apa kau di sana?"

........ (hening)

--------------------------


Dan prajurit itupun telah kehilangan nyawanya. Tubuhnya tergeletak di atas jalan berdebu, di dekat perbatasan wilayah konsesi. Mungkin peluru tentara Inggris yang menghabisi nyawanya, mungkin juga Perancis, atau mungkin juga ia terbunuh oleh peluru dari belakang, dari seorang pengkhianat dalam pasukannya. Tak ada yang tahu.

Sungai Huangpu biru dan tenang, sama seperti bertahun-tahun yang lalu. Langit kota Shanghai sepucat awan, seperti hujan senja lalu telah melunturkan segala warnanya. Tak ada lagi pahlawan, tak ada lagi peperangan. Yang tersisa hanyalah kisah cinta yang terputus tanpa menemukan bait terakhirnya.

Friday, July 2, 2010

Antara Aku & Mereka, Cinta & Kebenaran (2010.06.28)

mereka mengatakan hitam dan putih,
aku hanya tahu warna kelabu yang tua dan yang muda

mereka meneriakkan benar dan salah,
aku hanya berkata sudut pandang dan subjektivitas

mereka percaya akan surga dan neraka,
aku hanya tahu nurani dan kesadaran pribadi

mereka menyebut tuhan dan mengejek orang lain sesudahnya,
aku hanya mengatakan fakta dan tak membawa nama siapapun

mereka mendengar ajaran dan mempercayainya,
aku hanya memandang kehidupan dan memikirkannya sendiri

mereka membicarakan empati dan belas kasihan,
aku hanya menertawakan takdir sebagai kekonyolan

mereka memandang harta dan kuasa sebagai tujuan,
aku hanya melirik hal-hal itu sebagai alat dan sarana

mereka menghitung cinta dan menilai kelayakannya,
aku hanya tahu angka 0 atau 100 untuk perasaan

mereka meminta balasan cinta dan menuntut keabadian,
aku hanya tahu memberikan apa yang ingin kuberikan

mereka menolak makanan dan minuman hambar dari kekasihnya,
aku hanya rela menelan racun dan api jika diinginkannya

mereka bilang aku tak berperasaan,
aku bilang mereka menyimpan banyak kepura-puraan

mereka bilang aku terlalu bodoh,
aku bilang mereka tak pernah benar-benar mengerti cinta

mereka bilang aku tak bertuhan,
aku bilang mereka hanya bermimpi di dalam dongeng

mereka bilang aku terlalu aneh,
aku bilang mereka tak bisa berpikir dari sudut lain

aku tidak membenci dunia,
hanya tak terlalu menyukainya,
sama seperti mereka tak terlalu mengenalku

aku tidak ingin mengasingkan diri,
hanya tak ingin menjadi sama dengan dunia,
seperti mereka tak ingin aku tetap menjadi aku

What the hell is romantism? (2010.06.09)

Apa itu romantisme? Sebagian orang berkata, itu adalah hal yang penting. Sebagian lainnya berkata, itu hanyalah impian yang tidak realistis. Sebagian pria mengatakan dirinya tidak romantis sambil terus merayu kekasihnya. Sebagian wanita tersenyum manis dan membayangkan hal yang katanya romantis, walau ia sendiri bahkan tak tahu patokannya. Yang pasti, romantisme bukanlah rumus matematika atau pengetahuan umum tentang sejarah, di mana hanya ada "tahu" dan "tidak tahu". Siapa yang terlalu pandai untuk memahaminya? Siapa pula yang terlalu bodoh untuk tidak mengerti?

Pasangan pengembara memimpikan padang rumput yang hijau dan langit biru di atasnya. Berpelukan di atas kuda sambil memandang awan, kemudian tersenyum pada gunung di ujung sana. Membisikkan cinta mereka di antara semerbak bunga musim semi. Dan biarlah angin mengabarkan kisah mereka pada rerumputan di tanah yang jauh.

Di ibu kota sana, jauh di dalam istana kerajaan. Terucap dalam doa dan air mata, sebuah impian tak tersampaikan para putri dan selir raja. Dalam hening, bersama memandang sutra merah senja dan hamparan tanah air, mengharapkan cinta yang lebih indah dari bunga api dan lebih abadi dari emas permata. Namun kepada siapa pula mereka harus berharap?

Ribuan li dari ibu kota, di perbatasan barat sana. Sepasang pejuang menghunuskan pedangnya dan menari di bawah hujaman matahari. Tak ada danau maupun bukit hijau, tak ada sungai kecil ataupun rumah bambu. Hanya satu yang ada dalam hati mereka, sehidup semati. Begitupun,mata pedang dan tombak tak pernah mengerti.

Sepasang petani tua di gunung sana. Mereka tak mengerti kerajaan maupun asap peperangan. Tertawa dan berjalan bergandengan menyusuri desa. Saat malam tiba, bersenda gurau di sekeliling meja kayu sambil menyantap sayur dari ladang mereka. Hari berganti hari, musim semi, panas, gugur, dan dingin. Menjadi keabadian yang tak terucap.

Ribuan li tanah air, ribuan tahun kehidupan manusia. Perang, perdamaian, cinta, benci, dendam, dan kehancuran. Berapa banyak kisah cinta yang terkubur di dalamnya? Berapa banyak mimpi dan pengkhianatan yang tak pernah diketahui? Apa itu romantisme? Bagaimana seorang pengembara memiliki hak untuk bercumbu di balik dinding istana? Bagaimana seorang pahlawan memiliki harapan untuk berpelukan di tepi danau musim gugur? Bagaimana para selir memiliki harapan untuk memiliki satu cintanya?

Ribuan li tanah air, ribuan tahun kehidupan manusia. Siapa yang menyembunyikan pisau dingin di balik hangat cumbunya? Siapa pula yang memendam air mata di dalam tawa dan keangkuhannya? Cinta siapa yang terukir dalam lembaran kitab sejarah? Dan kisah siapa yang akan terkubur di bawah nisan tanpa nama? Romantisme... kata yang samar dan jauh, sejauh tirai hujan di wajah setiap iblis dan manusia. Namun abadi dalam kesepiannya, tanpa kawan maupun lawan.

notitle 2010.05.10

saudaraku berkata, malam itu ada pelangi
mereka berkata, malam itu hanya ada awan

saudaraku berkata, ini adalah pemikiran tokoh yang rumit
mereka berkata, ini semua hanyalah pemikiran orang gila

tapi jika awan tak dapat menutupi kegilaan dunia,
siapa pula yang dapat mengerti pemikiran pelangi?

aku hanya tahu,
sejak malam itu, hujan tak pernah lagi berhenti
di dalam bekunya bulan, atau di bawah api matahari

gadis-gadis naif menanti di tepi jendela,
mereka percaya bahwa pelangi akan muncul setelah hujan
pria-pria bodoh memandang ke langit,
mereka percaya keadilan akan muncul menghalau awan hitam

dan aku,
ikan kecil dalam tabung berlumut
kehabisan udara dan hampir mati
tertawa akan kepolosan mereka

sebab aku tahu,
awan hitam akan menurunkan petir dan menghanguskan keadilan
dan pelangi tak akan pernah muncul untuk waktu yang sangat lama

Friday, May 7, 2010

Mimpi Sesosok Angin (2010.05.06)

Tahun itu, aku berusia 11 tahun. Belum cukup dewasa untuk memahami dunia, namun sudah tidak cukup naif untuk berharap pada siapapun. Itu adalah pertama kalinya aku mengenal benar dan salah, hukum dan keadilan, cinta, benci, juga impian. Saat gadis-gadis sebayaku masih tenggelam dalam dongeng putri salju ataupun gadis bersepatu kaca, jauh di dalam benakku.... kilau pedang dan bunga darah, asap peperangan berkejaran di antara sosok-sosok pahlawan. Aku bermimpi tentang negara, rakyat, hukum, juga keadilan. Aku bermimpi tentang pahlawan berkuda hitam, yang mengalirkan darah demi bangsanya, yang memberikan hatinya untuk dunia. Dan akupun berjanji.... setelah dewasa nanti, aku tidak akan menikah dengan petani lugu yang sederhana ataupun tuan muda keluarga kaya yang hanya tahu membaca puisi di tengah taman. Suatu hari nanti, aku harus menemukan seorang pahlawan, dan menemaninya menerjang kelamnya dunia.

Dan waktupun berlalu....

Tujuh tahun yang lalu, aku berusia 18 tahun. Belum terlalu tua untuk berfilsafat, namun sudah tak lagi berhak untuk bermimpi. Begitupun, aku telah melihat dunia. Tentang hitam, putih, dan abu-abu. Tentang istana, politik, dan tipu muslihat di dalamnya. Juga tentang istana belakang. Tak ada lagi benar dan salah dalam otakku. Dunia ini tidaklah adil, juga bukan sebatas benar dan saah. Dan saat teman-temanku sibuk tertawa dan menangis karena kekasih mereka, akupun mulai bertanya.... Jika aku berada di istana belakang, peran seperti apakah yang akan kupilih? Kaisar seperti apakah yang akan kucintai? Dan aku berjanji, jika aku berada di sana, aku tidak akan menjadi wanita siluman yang merusak negara, namun juga tak akan menjadi selir bodoh yang meneteskan air mata setiap hari menanti Kaisar.

Dan waktupun berlalu....

Pertengahan musim gugur tahun lalu, bulan bersinar dengan indah. Tarian naga dan singa di luar sana seakan tak tahu penderitaan dunia. Malam itu, kita berbincang tentang langit, tentang bumi, tentang ribuan li tanah air, juga tentang Kaisar-Kaisar dan pahlawan-pahlawan ribuan tahun. Kita tertawa di antara lembaran sejarah dan analisa gila tentang dunia. Kuingat, suatu ketika, kita pernah berbincang tentang cinta. Kau bilang, cinta itu menyakitkan, dan kau ini hanya elang liar yang akan memiliki kebebasannya sendiri, selamanya. Dan kita pun kembali tertawa. Aku sudah tak ingat lagi, berapa kali kita mengarahkan senapan pada para pengkhianat sambil tertawa. Berapa kali kita memainkan kata dan menghujat para pecundang dengan angkuhnya. Berapa kali kita dikejar dan berlari, bersembunyi, lalu kembali mengangkat pedang dan melanjutkan pertempuran. Dan malam itu.... Hahaha... Malam itu tak akan kuceritakan untuk siapapun. Biarlah itu berada jauh di luar segala sastraku. Dan kini, aku berkata.... kurasa aku tak akan sanggup bersama dengan petani lugu yang tak mengerti kebenaran dunia, atau tuan muda keluarga kaya yang hanya bisa membaca puisi cinta di taman bunga. Dan jika aku berada di istana belakang, aku tidak akan menjadi wanita siluman yang memikat Kaisar untuk melupakan negara, juga tak akan menjadi selir bodoh yang mengisi sepanjang harinya dengan air mata kerinduan.

Tuan, aku ini tak bisa memandang masa depan. Atau mungkin juga, orang seperti kita ini tidak ditakdirkan memiliki masa depan. Begitupun, aku sudah bahagia karena pernah menemani permainanmu. Suatu ketika aku pernah berpikir, bolehkah aku membuang semua kisah kepahlawanan.... demi cinta. Bolehkah aku melupakan tanah air, dan sejarah, dan asap peperangan.... demi cinta dan sebuah mimpi yang damai. Namun tak ada jawaban. Langit pucat, lautan hati tak berpusat....

Tuesday, April 27, 2010

Meracau tentang kebenaran (2010.04.09)

Biarkan aku meracau sekali lagi. Tentang langit, tentang bumi, tentang kehidupan, dan tentang kebenaran. Bertahun-tahun yang lalu, seseorang berkata bahwa di dunia ini tidak ada hitam maupun putih, yang ada hanyalah berlapis-lapis warna abu-abu yang gelap dan terang dan berbeda-beda. Setiap manusia memiliki pemikirannya sendiri, dan setiap pemikiran memiliki cara penyampaiannya sendiri. Hitam dan putih, bukankah itu hanya permainan kata-kata dan sudut pandang saja? Jika benar dan salah itu mutlak, maka itu juga hanya karena ketidakmutlakannya.

Seseorang pernah bersikeras padaku bahwa kebenaran itu mutlak. Ya, selama berjam-jam ia mengatakan padaku bahwa kebenaran itu mutlak, dengan berapi-api dan penuh percaya diri. Menurutku ia tidak salah, hanya lupa menambahkan kata "dalam lingkup dan batas tertentu" saja. Seperti halnya kebenaran yang dipercaya oleh para pemuka agama ribuan tahun lalu, bahwa bumi adalah pusat tata surya. Atau kebenaran yang diyakini sesuai dengan pemikiran filsuf kuno bahwa bumi berbentuk datar. Itukah kebenaran? Anggap saja itu bukan kebenaran. Tapi mengapa ia pernah diyakini sebagai kebenaran untuk kurun waktu yang sangat lama? Apa itu kebenaran? Apa ia masih memiliki bentuk dan eksistensi dalam perjalanan waktu dan perubahan dunia? Jika jenis kelamin seseorang pun dapat diubah dengan operasi, maka kebenaran seperti apakah yang bisa dikatakan mutlak? Begitu pula jika binatang kuda dulunya hanya sebesar anjing (kita asumsikan bahwa teori evolusi yang dikemukakan para ilmuwan adalah benar), lalu sekarang bertambah menjadi sebesar itu. Lalu kebenaran mutlak macam apa yang dapat dikatakan tentang ukuran kuda? Matahari terbit dari arah timur. Bukankah itu merupakan kebenaran mutlak? Ya, jika untuk saat ini dan dilihat dari bumi ini. Apakah pasti akan seperti itu di semua planet? Apakah masih akan seperti itu jika (kita andaikan saja) bumi mengalami perubahan dahsyat sehingga arah putarannya berbalik? Tentu saja ini hanya pengandaian yang berlebihan dan terkesan memaksa? Tapi siapa pula yang menjamin 100% itu pasti tidak akan terjadi? Kebenaran memiliki batasan. Begitu pula dengan kata "mutlak", ia juga masih perlu dipertanyakan. Mutlak dan abadi, berkaitan namun tidak selalu sejalan.

Sedangkan benar dan salah dalam fungsinya sebagai tolak ukur perbuatan atau perkataan, bukankah itu juga tak selalu mutlak dan tak selalu tidak mutlak? Aku sering berkata bahwa semua itu tidak mutlak. Ya, tentu ada alasannya. Namun dari sisi lain, misalkan saja dalam contoh 1 + 1 = 2. Ini tentu adalah mutlak dalam pelajaran matematika. Jika seorang anak SD menjawabnya 10, tentu sang guru akan menganggap jawaban itu salah. Ini adalah hal yang mutlak. Seseorang bisa saja berkata bahwa anak tersebut memiliki alasannya sendiri untuk menjawab 10. Tapi itu adalah hal yang lain lagi. Belum lagi jika sepasang kekasih mengatakan 1 + 1 = 10 dalam arti saat 2 orang bersama segalanya menjadi sempurna, tentu itu adalah hal yang bisa dibilang benar namun tidak ada hubungannya lagi. Dalam ulangan matematika ini, 1 + 1 = 10 tetaplah salah. Begitu pula jika seseorang rakyat jelata (bukan polisi atau pasukan pembasmi teroris atau sejenisnya) melakukan pembunuhan yang disengaja dan bukan untuk membela diri. Mungkin dari segi tertentu, ia akan dianggap benar jika misalnya yang dibunuhnya itu adalah orang jahat yang berbahaya. Namun dari segi hukum, membunuh tetap saja adalah salah (melanggar hukum).

Lalu sebenarnya benar dan salah itu masih ada atau tidak? Dan jika ada, apa itu mutlak atau tidak? Apa itu benar, apa itu salah? Apa itu mutlak, apa itu tidak mutlak? Siapa yang dapat mengatakannya? Di dunia ini ada seorang gadis yang dilahirkan sebagai penonton. Dan hanya berbicara atas apa yang ada dalam pandangan dan pendengarannya. Apa yang dituliskannya, mungkin tidaklah indah. Apa yang dikatakannya, mungkin tidaklah disukai. Namun hanya itulah yang sesungguhnya, yang didengar dan dilihatnya, lalu dikisahkannya.

Monday, April 12, 2010

Kakak, kaukah itu? (2010.02.12)

kakak, apa kau masih ingat?
seribu tahun yang lalu, kita menghunuskan pedang dan tertawa liar di antara ratusan musuh
mengibarkan panji-panji kerajaan serta meneriakkan kemuliaan bangsa kita di tengah ratusan gunung
aku masih mengingat semuanya dengan jelas
perbincangan mesra di bawah senja gurun pasir
juga penantian panjang di ujung lorong istana
sejak seribu tahun yang lalu pun, kita bukan sepasang kupu-kupu yang menari di antara teratai atau di tengah denting kecapi
kita ini hanya dua ekor elang liar yang kesepian
yang bertemu tanpa sengaja, dan entah untuk apa
seratus tahun yang lalu pun, kita kembali bertemu
apa kau masih ingat?
kita berlari di antara hujan peluru dan ledakan mesiu
entah sebagai pahlawan atau pemberontak
hanya saja aku sudah melupakan wajah dan namamu
dan tak tahu harus mencarimu dalam lembar kitab sejarah yang mana
kakak, kaukah itu?
yang mengayunkan pedang bersamaku seribu tahun yang lalu
yang selalu kunanti dari ujung lorong istana
yang pernah menggenggam tanganku dan berlari di tengah asap peperangan
yang selalu membincangkan puluhan ribu li tanah air di tengah kelamnya malam
kaukah itu?
aku sudah tak dapat lagi mengingat wajah dan namamu
di kehidupan ini pun, kau dilahirkan di keluarga yang mana?
hanya saja, jika kau memilih untuk melepaskan dunia, maka aku pun akan menemanimu ke ujung langit
jika kau memilih untuk melupakan kisah-kisah kepahlawanan itu, maka aku pun akan menguburnya dalam catatan kehidupan lalu
namun dalam kehidupan ini, kita akan berakhir seperti apa?

kakak, kaukah itu?

---------------------
dari tepi batas ingatan
2010.02.12

The Copasers (2010.03.30)

status hasil co-pas
notes hasil co-pas
blog hasil co-pas
ada yang sekedar lawakan (walaupun sering tidak lucu)
ada yang kata-kata kebijaksanaan (walaupun lebih banyak yang konyol dan invalid)
ada yang berupa info-info (walaupun entah benar-benar penting atau tidak)
entah mereka ini terlalu suka mengagumi kata-kata orang lain
atau hanya tak cukup kreatif untuk menulis sendiri
entah mereka ini suka belajar dari tokoh-tokoh (yang dianggapnya) bijaksana
atau cuma tak punya kemampuan untuk berpikir dengan otaknya sendiri
membuatku muak saja
bukan berarti aku tak pernah co-pas sama sekali
juga bukan berarti tulisanku pasti selalu lebih baik
tapi sungguh....
aku muak dengan mereka
dengan artikel-artikel co-pas mereka yang sudah basi
juga kalimat-kalimat kebijaksanaan mereka yang menurutku punya 100 kelemahan
mereka itu hanya benalu saja
cuma bisa menumpang pada tulisan dan pemikiran orang lain
seperti timbunan sampah yang dikerumuni lalat-lalat busuk
(kita tahu, lalat di sampah biasanya lebih banyak daripada di meja makan)

itu sebabnya, selain diriku aku hanya mencintaimu dan menyukainya saja
kau bisa memberikan informasi dengan mengolahnya dulu, tidak sekedar co-pas
ia bisa bersajak dan berkata-kata dari pikirannya sendiri, tidak sekedar co-pas
aku ini terlalu angkuh untuk memuja siapapun
dan terlalu malas untuk hidup dalam kebijaksanaan orang lain
aku hanya mau teoriku sendiri, tulisanku sendiri, sajakku sendiri, filsafatku sendiri
tapi sungguh....
kata-katamu bisa kuterima dengan segenap logika dan perasaanku
tidak perlu kudebat karena memang sudah benar
sajak-sajaknya bisa kunikmati tanpa merasa jijik ataupun bodoh
tidak perlu kucela karena memang layak baca
itu sebabnya, selain diriku aku hanya mencintaimu dan menyukainya saja

kau, iblisku (pria)
dan dia, saudaraku (wanita)

Perbincangan Dengan Iblis (2010.03.07)

“Apa yang sedang kau lakukan?“
“Memandangi hujan. Dan kau?“
“Menulis sesuatu.“
“Benarkah? Tentang apa?“
“Permainan kita.“
“Permainan kita? Apa maksudmu? Apa kita sedang bermain?“
“Menurutmu?“
“Entahlah.“
“Ini menarik sekali.“
“Apanya?“
“Tentang permainan antara iblis dan siluman. Yang satu berlagak bagai pertapa, dan yang lain bertingkah seperti gadis lugu. Mengetahui wujud asli masing-masing namun tak pernah saling mengungkap.“
“Apa yang sedang kau katakan? Kau aneh.“
“Tidak. Ayolah... kau tahu maksudku. Kita semua tidak bodoh.“
“Aku tidak tahu.“
“Baiklah. Lupakan saja kalau begitu.“
“Baiklah. Tapi, apa maksudmu kau sedang bermain denganku?“
“Ya. Tentu saja. Karena aku tak pernah mempermainkan dan tak mau dipermainkan. Itu jahat dan ironis. Maka kita hanya bisa bermain bersama saja.“
“Baiklah.“
“Eh, omong-omong, panas sekali di sini.“
“Benarkah?“
“Ya. Sudah delapan ratus tahun tak pernah turun hujan di sini. Entah apa yang dipikirkan raja naga.“
“Oh, begitu rupanya.“
“Ya. Eh, kau belum akan tidur?“
“Sebentar lagi.“
“Oh, baiklah.“