Tuesday, December 15, 2009

Untuk Cinta dan Kebencian

Dendam dan kebencian... dua bersaudara yang sering ditolak orang. Terkadang muak rasanya melihat sekumpulan orang berwajah naif yang berlagak menasehati orang lain untuk melupakan dendam dan mengobarkan cinta kasih. Apa salah dendam sehingga ia begitu dibenci? Apa pula jasa cinta hingga ia begitu diinginkan? Pada kenyataannya, dendam dapat melahirkan pahlawan. Dan cinta bisa membuat orang jadi gila. Kurasa hanya pecundang saja yang menolak dendam ataupun cinta. Ya. Pecundang kataku! Sesungguhnya mereka hanya takut diperbudak oleh dendam saja, lalu kemudian memilih cinta, dan akhirnya justru diperbudak oleh cinta. Aku tak tahu entah harus mencibir atau menghela nafas melihat orang-orang seperti ini.
Bermain dengan dendam, memaki, mengumpat, dan ingin membantai seluruh kota hingga tiga hari, lalu memalingkan wajah dan tertawa bersama cinta untuk tiga hari selanjutnya. Tersenyum, lalu mengalirkan air mata, menulis ribuan sajak cinta, dan di kala yang lain mengutuk seluruh dunia. Sesaat menjadi pahlawan, sesaat menjadi pengembara, lalu mabuk oleh cinta, dan berubah menjadi pujangga. Bukankah hidup ini menarik adanya? Seperti menuang warna merah di samping hijau, lalu menguaskan warna biru di bawahnya, juga kuning, ungu, dan hitam. Hanya pelukis bodoh saja yang mau diperbudak oleh warna, dan bukan sebaliknya.
Ah... aku jadi teringat sebagian orang lagi, yang menolak seluruh cinta dan dendam, mengejar kehampaan katanya. Mungkin mereka sedikit lebih cerdik dari orang-orang naif yang kusebut sebelumnya. Setidaknya mereka tidak diperbudak oleh keduanya. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah ini namanya melarikan diri? Seperti pemuda di jaman perang yang tak tahu harus memihak negara mana, lalu memilih mengasingkan diri di dalam gua. Pada akhirnya ia memang tak akan terbunuh. Tapi bukankah selamanya ia tak tahu rasanya memegang tombak, meregang busur, terluka dan dilukai? Bukankah ia tak tahu rasanya negara hancur dan tak mengerti rasanya menguasai dunia?
Lima ribu tahun sejarah bergulir, perang, damai, makmur, kacau, kembali berperang lalu kembali damai. Siapa lebih kuat dari siapa, siapa menaklukkan siapa? Siapa mencintai siapa, dan siapa membenci siapa? Hidup, tertawa, menangis, tak peduli, lalu mati. Tak ada yang abadi. Manusia pun punya 7 emosi dan 6 keinginan. Mengapa tak bermain di antaranya? Memanggil dan mengusir dendam ataupun cinta sesuka hati, sengaja tenggelam di dalamnya tapi tidak untuk selamanya. Bukankah itu lebih menyenangkan?